About Me

Foto Saya
mujiantono
Saya adalah seorang guru Matematika di sebuah sekolah swasta di Bontang Kalimantan Timur. Saya sangat senang dengan profesi saya sebagai guru, karena disini saya mendapatkan banyak tantangan, mendapatkan banyak ilmu, banyak karakter dan banyak lagi. Selain itu banyak dinamika yang terjadi setiap saat.
Lihat profil lengkapku
Selasa, 06 Juli 2010

"Harum Mewangi"

oleh : Ratna Dewi Idrus


Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. (QS. Yaasin 36:36)

*****

"Ya Allah, siapakah gerangan sahabat sejati yang Engkau pilihkan untukku?, yang mau menemaniku merenda hari-hari untuk beribadah kepada-Mu, yang mau berbagi suka dan duka dalam mengharungi hidup ini, yang menjadikanku kokoh kuat dalam menegakkan kalimat-Mu, agar.. diriku lebih mensyukuri segala nikmat yang telah Engkau berikan, agar.. diriku lebih dekat kepada-Mu.."

Nisa tertegun mendengar do'a Ayuning di keheningan malam. Sahabatnya itu memintanya untuk menemani tidur karena orangtua Ayu ke luar kota. Do'a itupun usailah sudah, wajah Ayu bersemu merah ketika tahu Nisa terjaga dari tidurnya.

"Kamu mendengar do'aku Nisa?", Nisa tersenyum, "Apakah do'a itu yang s'lalu Ayu panjatkan pada Allah?", Ayuning diam, perlahan titik-titik embun jatuh dari kelopak matanya. "Aduhai sayang.." Ujar Nisa seraya merangkul sahabatnya, perlahan ia menyeka air mata itu, setelah agak tenang.

"Ayu.., apa yang menjadi keinginanmu adalah cita-cita seluruh wanita mukminat di dunia ini, namun jikalau ia belum terwujud, itu adalah rahasia Allah, Yang Menciptakan kita, bukankah Ia menciptakan makhluk-Nya menurut ukuran-ukuran yang telah ditetapkan? kita selaku hamba-Nya hanya bisa berusaha dan ikhtiar, dan hanya Allahlah yang menentukan.

Bukankah Ayu mencintai Allah?, rasa itu akan membuat Ayu yakin, Allah akan memilihkan yang terbaik untukmu. Demi Allah Ayu.., Allah Maha Adil terhadap hamba-hamba-Nya, karena itu, bersyukurlah bahwa Ia masih memberimu kesempatan untuk menjadi wanita yang lebih baik dari sekarang.

Ayu harus kuat dalam mengitari perputaran roda kehidupan ini, karena perkitarannya semakin hari semakin cepat. Jangan pernah berhenti sesaatpun, Ayu.. masih banyak yang perlu Ayu perhatikan, masih banyak yang memerlukan perhatianmu. Kita datang ke alam ini sendirian, Ayu.. dan kita juga akan pulang sendirian. Ayo.. jangan sedih-sedih lagi, ya.. mana senyum manisnya?.."

Ayu tersenyum pada Nisa, dari bibir mungil itu keluar kata, "Tolong do'akan Ayu ya.." Nisa membalas senyuman tulus itu, "Ia, Ayu.. Nisa do'akan" Mereka berdua sujud syukur pada Allah, melanjutkan malam itu dengan tenggelam akan kerinduan beribadah kepada Allah. Semenjak malam itu, Nisa lama tak bertemu Ayu, iapun maklum dengan kesibukan sahabatnya.

*****

Fikiran Ayu menerawang, matanya menatap lekat langit-langit kamar, seketika ia terjaga saat mendengar telpon berdering, kriiing.. kriing... Samar-samar terdengar suara ibunya berbicara, "Ayu?, dari siapa ya?, tunggu sebentar." Ibu bergegas ke kamarnya, "Ayu.., ada telpon dari Herman."

Ini sudah kesekian kali pemuda itu menelponnya, kalau sudah di udara, melayang.. lupa segala-galanya. Entahlah iapun tidak tahu kenapa, ada getar-getar halus yang menyusup ke relung hatinya saat berbicara dengan sosok insan yang satu ini, hampir tak sepatah katapun yang bernilai sia-sia.

Yang mereka bicarakan seputar mencarikan jalan agar anak-anak jalanan mampu mandiri tanpa meminta-minta, menanamkan ajaran tauhid agar anak-anak tersebut terbentengi dari pihak-pihak yang ingin meracuni fikiran mereka supaya berpindah agama, yach Herman punya kepekaan sosial yang tinggi, sangat peduli terhadap nasib hamba-hamba Tuhan.

Pemuda seperti inilah yang didambakan Ayu selama ini, dan rasa itu semakin kuat saat Herman berterus terang menyukai kelembutannya, kecantikannya, dan betah berlama-lama berbicara dengannya, ah.. tetapi apakah mungkin persahabatan mereka dapat berganti menjadi sebuah ikatan perkawinan? sedangkan ia tahu kenyataannya bahwa Herman telah mempunyai calon istri?! dan apa yang ditakutinya selama ini terbukti..

"Kamu baik-baik saja kan, Ayu?.. bulan depan saya akan menikah. Sebenarnya.. Herman mencintaimu Ayu, tetapi kami telah dipertemukan lebih dulu. Seandainya saja saya lebih dulu mengenalmu.., maafkan saya, Ayu.., " Ayuning tak sanggup mendengar kelanjutan kata-kata itu, air matanya jatuh tanpa suara, ia berusaha keras menyembunyikan kesedihan dan kekecewaannya, karena ia sadar semua yang terjadi adalah atas kehendak Allah, jika ia tak terima sama artinya ia melawan takdir Allah.

Ayu masih belum mampu mengendalikan diri, tak pernah diduganya akhir hubungannya akan jadi begini. Herman, pemuda yang disangkanya adalah sahabat sejati yang dipilihkan Allah untuknya, ternyata.. perlahan dibukanya Diary Merah Jambu yang berisi ungkapan rasanya dengan pemuda itu.

*****

Dari Abu Hurairah r.a. katanya Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman pada hari kiamat kelak: Mana orang-orang yang saling mencinta karena Keagungan-Ku? Hari ini Ku-naungi mereka, dimana tidak ada naungan yang lain selain naungan-Ku. (HR. Muslim)

*****

Untukmu Sahabatku,

Sahabat, tahukah engkau?, nasihatmu menduduki peringkat pertama di hatiku. Kemarin.. engkau mau mendengar keluhanku, kemarin.. engkau beri jiwaku tetesan embun, dan kemudian.. kau tinggalkan aku.

Akhirnya, diujung batas kesendirian ini, aku temukan satu jawaban, bahwa kehidupan ini akan terasa indah, jika kita senantiasa dekat dengan Allah, Ya Allah... Sahabat, kini kau datang lagi menghampiriku, dan bertanya, "Bagaimana khabarku saat ini?", sambil tersenyum aku berkata, "Alhamdulillah...", dan aku terharu saat mendengar, bahwa engkau sayang padaku.

Wahai sahabatku, janganlah engkau bosan untuk menasihatiku, jangan pula bosan untuk menyayangiku, bukankah kehidupan ini akan terasa indah jika kita saling sayang?, saling cinta?, Mencintai karena Allah. Sahabat, mencintai menjadikan kita kuat untuk tetap berpegang pada tali Allah, dan mari kita tebarkan rasa cinta ini ke segenap penjuru bumi, agar senantiasa damai hati insani.. Semoga Allah membalas segala kebaikanmu padaku, Sayangku s'lalu untukmu.

Perlahan Ayu menutup Diarynya, air mata mengucur deras dari kelopak matanya. "Ya Allah.. kenapa rasa ini harus ada?, bagaimana mungkin aku memikirkan seseorang yang bukan Engkau takdirkan untukku?!."

*****

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al Baqarah 2:216)

*****

Dengan Nisalah Ayu selalu berbagi cerita suka dukanya, begitupun sebaliknya. "Semua telah berakhir, Nisa!, aku harus menerima kenyataan bahwa dia bukanlah untukku, walau terkadang aku masih berharap Allah akan merubah segalanya, namun kecintaanku pada-Nya membuat aku yakin, bahwa ini adalah yang terbaik yang diberikan-Nya.

Sebenarnya aku menaruh harapan besar pada hamba Allah yang sholeh itu, untuk menjadi sahabat yang dapat kuajak bersama mengelilingi perputaran roda ini, bagaikan Matahari dan Bulan yang silih berganti menerangi alam, menjadi khalifah bagi insan taqwa di bumi ini.

Namun sekali lagi aku sadar, apa yang menurutku baik belum tentu baik menurut-Nya, aku tidak tahu apa-apa, sedangkan Allah Maha Mengetahui segalanya. Yang terpenting bagiku kini, menjalani hidup ini bagai air yang mengalir, jika tiba saatnya nanti, insya Allah." Kata-kata mutiara itu meluncur deras dari bibirnya, terdengar begitu tegar,

"Apakah pemuda itu tahu perasaanmu, Ayu?," tanya Nisa. Ayuning tersenyum. "Ia tahu, Nisa.., dari perbincangan kami yang panjang, dari persahabatan kami yang cukup lama, aku yakin ia juga merasakan hal yang sama, tapi sudahlah.. Pemuda itu lebih dahulu mengenal wanita itu daripadaku, ia juga memutuskan untuk menikahinya karena petunjuk Allah. Semoga Allah memberkahi pernikahannya dan melimpahkan keberkahan atas pernikahannya." "Aamiin", ucap Nisa.

"Mungkin wanita itu lebih baik dan lebih taqwa dariku, ya Nisa?." Sebelum sempat Nisa berkomentar, Ayu telah meralat ucapannya. "Tapi bukankah yang berhak menilai baik dan taqwanya seseorang hanyalah Allah?!.." "Iya, Ayu.." Nisa membenarkan ucapan sahabatnya. "Eh, sudah jam 10, kita ke rumah Ana yuk." Kedua sahabat karib itupun pergi ke rumah sahabatnya yang baru melahirkan. Di atas langit terlihat mendung.

*****

"Subhanallah lucunya..," mata Ayu dan Nisa berbinar melihat bayi mungil Ana, buah hati itu terlihat sehat, kulitnya putih dan rambutnya lebat sekali. Ayu sebenarnya ingin menggendong, tapi khawatir terjadi apa-apa karena si mungil baru berusia 5 hari, sementara di luar sana hujan turun dengan derasnya.

Ana begitu antusias menceritakan pengalaman melahirkannya, dan Ayu begitu menikmatinya, sesekali ia tampak merinding. Menghadapi masa-masa menstruasi saja sudah sedemikian menderita, apalagi kalau melahirkan ya?, bathinnya. Perasaan cemas itu semakin menjadi-jadi saat ia teringat Firman Allah yang menceritakan betapa sakitnya Maryam melahirkan Nabi Isa, a.s. sehingga ia berkata;

"Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan." (QS. Maryam 19:23)

"Sebenarnya aku pingin operasi caesar, supaya nggak sakit, tapi.. mulut ini mau bicara susahnya minta ampun, akhirnya kupikir sudahlah, pasrah saja..," Ana terlihat menarik nafas. "Melihat si mungil lahir, Subhanallah.. rasa sakitku mendadak hilang... Maha Besar-Nya Allah, ya.." Ungkap Ana melukiskan kebahagiaannya.

Mendengar penuturan sahabatnya, ada sesuatu yang menusuk hati Ayuning. Terkadang ia masih dihantui rasa takut jika nanti sudah menikah. Membayangkan dirinya akan hamil dan punya anak. Iapun menyadari kesibukannya dengan berbagai penelitian tumbuh-tumbuhan sampai terkadang lupa waktu, mengurus diri sendiri saja sudah kalang kabut, apalagi mengurus suami dan anak-anak? fikirnya.

Tapi rasa itu selalu ditangkisnya, bukankah melahirkan adalah kodrat perempuan?!, bukankah anak adalah rezeki yang tak ternilai?!, sementara banyak terjadi pasangan, akibat menunda kehamilannya di awal pernikahan, beresiko tinggi tidak dianugerahi keturunan.

Yach.., mungkin Allah murka pada mereka. "Duhai Allah, jadikanlah aku hamba-Mu yang bersyukur atas segala karunia-Mu," Ayu berdo'a dalam hati.

"Kok melamun sich Ayu?," tanya Ana menyadarkannya. "Eh.. bagaimana dengan pemuda itu?," Ayu sempat cerita pada Ana tentang kedekatannya dengan Herman, mendengar pertanyaan Ana, wajah Ayu berubah sendu, perlahan ia mulai menjelaskan,

"Ternyata dia bukan jodohku Ana, ia akan menikah bulan depan." Melihat kedukaan Ayu, Nisa berusaha mendinginkan suasana, "Ah.. kalau ada jodoh tak akan lari kemana..," serunya. "Hush.. aku belum siap jadi istri kedua!," sungut Ayu pura-pura marah, diiringi tawa kedua sahabatnya. "Kalau kamu sudah punya calon Sa?," tanya Ana hati-hati, "Nisa sich menunggu pangeran dari langit," ucapnya ringan.

Sejenak obrolan mereka terhenti melihat kehadiran suami Ana, ia begitu perhatian sekali terhadap istri dan anaknya. Karena tak ingin mengusik terlalu lama, iapun segera pergi.

"Punya suami itu enak lho Ayu, Nisa.. ada tempat untuk berbagi, beda saat masih sendiri, perasaan kita selalu gelisah, ada aja yang difikirkan. Bathin orang yang sudah menikah itu jauh lebih tenang, karena arah tujuan hidup mereka jelas."

"Ah.. Ana, kamu bisa aja!," celoteh Ayu. "Nggak percaya?, buktikan aja sendiri!," Kata Ana meniru iklan televisi, dengan maksud meyakinkan kedua sahabatnya.

Diam-diam Ayu asyik memperhatikan bayi mungil Ana yang tertidur lelap, ada rasa keibuan yang mendorongnya untuk memberanikan diri menggendong bayi itu, pelan dan sangat hati-hati. Nisa dan Ana membantu, keduanya saling berpandangan.

Saat si mungil ada dipelukannya, perasaan Ayu berbunga, sulit diungkap dengan kata-kata, yang jelas hatinya begitu bahagia. Pelan diciumnya lembut bayi itu. Melihat sahabatnya, Nisa tak enak hati mengganggu, tapi mereka masih akan pergi ke beberapa tempat, sedangkan hari sudah siang, "Yu.. kita pulang yuk?.." katanya pelan, sementara hujan di luar sana telah reda. Merekapun pamit, "Makasih ya, Ayu.. Nisa.. hati-hati di jalan." Ketika keduanya hampir di mulut pintu, "Sa.. nanti lihat-lihat ke atas ya.. kali aja pangerannya nyangkut di pohon," canda Ana.

*****

Pulang dari rumah Ana, mereka singgah ke masjid terdekat untuk shalat Dzhuhur, kemudian melanjutkan perjalanan, Ayu mengajak Nisa ke supermarket. Macam-macam yang dibelikannya untuk orangtua.

Nisa sudah sangat memahami sahabatnya itu, seperti dirinya juga, Ayu sangat memperhatikan orangtua terutama ibunya, karena melalui perantara wanita mulia itulah mereka mengerti betapa besar kasih sayang Allah kepadanya. Mereka selalu ingin mensyukuri nikmat Allah dengan berbuat baik pada orangtua yang telah mengandung, mendidik dan membesarkannya.

Tiba-tiba Nisa kehilangan sahabatnya, cukup lama juga ia mencari kesana kemari, rupanya Ayu sedang asyik memperhatikan baju-baju hamil yang dipajang di etalase. "Aduh Yu.. kirain hilang.. rupanya di sini, mau beliin untuk siapa?," tanya Nisa, Ayu sedikit tersipu ditanya begitu, malu-malu ia berkata,

"Nggak untuk siapa-siapa kok Sa.. Ayu senang aja," katanya sambil masih sibuk memperhatikan. "Sa.. Ayu kok pingin pake baju ini ya?!", "Hah?!" Nisa kaget, "Ini kan baju hamil,"

*****

Setelah memesan menu makan siang di warung langganan, kedua gadis itu duduk tenang di bawah pepohonan rindang, tempatnya teduh jauh dari polusi. Jam makan siang sudah lewat, warung tampak sepi, sehingga keduanya merasa betah berlama-lama.

"Ayu.. Ayu.. kok jadi aneh begini sich?!," Nisa tersenyum seraya geleng-geleng kepala membayangkan polah sahabatnya, Nisa jadi teringat Nini, sudah pernah diceritain belum, ya?.. " Nini yang bernama lengkap Cahyani adalah adik Nisa yang sudah menikah dalam usia yang masih sangat muda, 18 tahun.

"Dia itu paling seneng sama anak kecil, lho Yu.., entah apa penyebabnya suatu ketika ia merengek manja pada Nisa, "Mba'.. Aku pingin hamil.. tapi bagaimana mungkin.. akukan belum punya suami..., carikan aku dong Mba'..."

Ya Allah, mulanya Nisa kaget juga, ada apa dengan adikku?, kecil-kecil pingin hamil, punya anak?, ah, mungkin cuma bercanda, "Nanti Mba' carikan ya sayang.. ," Nisa coba menghibur hatinya.

Sejak saat itu dia rajin Qiyamullail, berdo'a siang malam agar diberikan Allah jodoh yang baik dan anak yang shaleh, Ninipun rajin mengaji, Nisa sampai terharu melihatnya.

Tak lama kemudian Allah mengabulkan permintaannya, ia diperkenalkan dengan seorang ikhwan yang kebetulan sedang mencari calon istri, keluarganyapun sayang pada Nini, akhirnya mereka menikah. Nini diboyong suaminya ke Jakarta. Alhamdulillah, tiga bulan kemudian Allah mewujudkan impiannya untuk memperoleh anak. Suatu hari ia curhat lagi,

"Mba'.. ternyata hamil itu rasanya begini ya.. serba salah. Seperti inilah dulu Bunda mengandungku ya..," katanya, dan kalau bicara sama ibu, ia selalu menangis, "Bunda.. kalau Nini punya salah, mohon dimaafkan ya..," katanya terisak.

Alhamdulillah, akhirnya Nini melahirkan dengan selamat, bayinya perempuan, namanya Mira, manis sekali. Sebulan, dua bulan Nini begitu menikmati menjadi seorang ibu. Namun kemudian,

"Bunda.. kok Mira hidungnya pesek?, setiap pagi dipencet tapi nggak mancung-mancung juga, sudah gitu matanya sipit lagi. Ada yang ngeledekin, Mira nanti sudah besar, kalau tertawa, nanti teman-temannya sudah pada ilang, Miranya baru sadar, Ninikan jadi sebel. Kok Mira nggak cantik kayak ibunya sich?!."

Mendengar keluhan Nini, ibu buru-buru menasihatinya, alhamdulillah ia cepat istighfar dan kembali bersyukur pada Allah. Kalau ingat Mira, Nisa jadi kangen sekali," Nisa berguman sambil mengeluarkan sebuah foto dari dompetnya.

"Coba lihat Yu.., lucukan?!," Ayu menatap kagum foto yang ditunjukkan sahabatnya. "Mau tahu panggilan sayang Nisa padanya?, "Boneka Jepang." Kata Nisa sembari tersenyum bahagia.

*****

"Aduh.. belum sore begini kok jalanan sudah macet ya Yu?!," keluh Nisa. Sementara jauh di depan mereka banyak orang-orang mengerumuni sebuah tong sampah yang berada di depan klinik bersalin.

"Wanita tak bermoral, dikasi rezeki sama Allah malah dibuang!, kalau nggak siap jadi ibu ya jangan menikah!," umpat segerombolan ibu-ibu yang entah ditujukan pada siapa,

"Ada apa ya Yu?!," Nisa bertanya-tanya. Jalanan kembali normal, kedua sahabat itu hampir tak merasakan kalau habis terjebak kemacetan. Mereka tidak tahu ada peristiwa apa yang terjadi barusan. Klinik tampak sepi, yang berbekas hanya tumpukan sampah-sampah yang berserakan.

*****

Sesungguhnya rugilah orang-orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui, dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah rezekikan kepada mereka, (semata-mata) mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka itu sesat dan mereka tidak mendapat petunjuk. (QS. Al An 'am 6:140)

Janganlah kamu membunuh anak-anakmu (karena takut) dari kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka. (QS. Al An 'am 6:151)

*****

"Innalillaahi..," Ayu sedikit histeris saat membaca berita pagi yang ada di genggamannya. Tubuhnya lemas saat mengetahui peristiwa sesungguhnya yang terjadi kemarin. "Orok Bayi Ditemukan di Rumah Sakit Bersalin X". "Ya Allah, kenapa bisa tega seorang ibu membunuh darah dagingnya sendiri, bukankah Engkau titipkan ia rahim dan kelebihan rasa untuk lebih peka akan kasih sayang dan pengorbanan?," ucap Ayu sambil terus melanjutkan bacaannya,

Sementara pasangan lain bertahun-tahun mendamba buah hati, lain halnya dengan pasangan "TB", mereka berusaha keras untuk menghindari kelahiran anak dengan alasan ekonomi, Namun Allah berkehendak lain, ibu B dinyatakan positif, maka terjadilah peristiwa tragis ini.

*****

Sore yang cerah, usai membahas kasus mengharukan, Ayu mengajak Nisa ke tempat favorit keluarga, taman bunga. Ia mengambil peralatan menyiram kembang-kembang kesayangan ibunya. Di tengah keasyikan bekerja, Ayu mencurahkan isi hatinya pada Nisa.

"Sa.. kalau difikir-fikir, merawat anak itu sama seperti merawat tanaman-tanaman ini ya.., harus telaten, disirami, dikasi pupuk, dibersihkan dari rumput-rumput, lengah dikit aja, mereka tumbuh tak karu-karuan.

Ayu teringat dulu ketika kuliah, Ayu rajin mengurus tanaman penelitian, ditinggal bentar aja, eh.. mereka pada layu, mungkin karena sering diperhatikan ya? jadi manja. Sementara waktu mepet sekali.

Menurut penelitian, tanaman senang mendengar musik klasik, hal itu akan membuat pertumbuhan mereka lebih baik, karena itu Ayu bawa radio dari rumah ke kebun untuk mutarin mereka, ternyata benar, mereka subur kembali.

Begitupula menurut penelitian para ilmuwan dan musisi, bahwa musik klasik sangat baik untuk pertumbuhan bayi, karena dalam musik itu terdapat lompatan-lompatan nada yang bisa merangsang otaknya, pantaslah saja selama ini para kiyai dan ustadz selalu menyarankan para ibu yang mengandung supaya lebih banyak mengaji ya.. sebab alunan suara Qur'an membawa dampak yang sangat luar biasa bagi anaknya.

Oh ya Nisa, dulu Ayu pernah sampai nangis lho ketika makan jagung, Ayu membayangkan pertama kali saat menanaminya, dari biji, tumbuh tunas, daun dan tiba-tiba sebesar ini. Perasaanku sangat bahagia sekali melihat perkembangan mereka, seperti ada ikatan bathin, mungkin rasa inilah yang dimiliki orangtua kita pada anak-anaknya, ya..

Ucap Ayu, sejenak ia menghentikan kalimatnya, "Sa, kini Ayu mulai menyadari kenapa Allah belum mengizinkan Ayu menikah, Ia ingin Ayu mengabdi dulu pada orangtua. Ayu juga mulai memahami kenapa Allah menghendaki Ayu masih sendiri, agar Ayu lebih menempa diri untuk menjadi seorang ibu di bumi ini!.."

Subhanallah. (Nisa membathin), ia kagum pada kecerdasan sahabatnya membaca Firman Allah dan rahasia cobaan Allah. Tiba-tiba matanya tertegun melihat serumpun Melati yang tumbuh subur di taman itu, dalam hati ia berkata, Melati itu semakin harum mewangi, Ya Allah.. aku memohon pada-Mu, berikanlah yang terbaik bagi-Mu untuknya, Aamiin.

Sejenak Ayu dan Nisa tertegun mendengar syair lagu dari balik jendela kamar Ayu yang persis menghadap taman, lagu di radio itu, lagu yang punya arti tersendiri bagi keduanya.

"Kau bunga di tamanku,
di lubuk hati ini,
Mekar dan harum mewangi,
Melati suntingan hati.
Bersemilah di tamanku, di lubuk hati ini,
Agar dapat ku resapi, hadirmu bagiku.
Kau Melati, Putih nan bersih,
kau tumbuh di antara belukar berduri,
Seakan tak perduli lagi,
meski dalam hidupmu kau hanya memberi,
Kau sebar harum s'bagai tanda,
cinta yang t'lah kau hadapi,
Di sepanjang waktu.

0 komentar:

Posting Komentar

Waktu

Pengikut